Melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 pada 15 Oktober 2015, Presiden Joko Widodo menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Penetapan Hari Santri ini merupakan bukti bahwa Ulama dan Santri memiliki peran penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Sejarah Hari Santri Nasional
Dirangkum dari buku Api Sejarah Jilid Kedua, sejarah Hari Santri berawal ketika tentara Sekutu (Inggris) mendarat di Tanjung Priok, Jakarta menggunakan kapal penjelajah Cumberland pada 29 September 1945 dan di dalamnya menyusup tentara Kerajaan Protestan Belanda dengan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA) pada saat hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca kekalahan Jepang oleh Sekutu.
Pendudukan Jepang atas Indonesia tergoyang ketika mereka kalah perang dengan tentara sekutu. Seketika itu pula mereka berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan kekuatan perangnya dengan melatih para pemuda Indonesia secara militer guna berperang melawan sekutu. Para pemuda yang dimaksud adalah para santri.
Karena sudah mempunyai kesepakatan diplomatik, Nippon menyampaikan gagasannya itu kepada Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Ketua Jawatan Agama (Shumubu) yang diwakilkan kepada anaknya K.H. Abdul Wahid Hasyim.
Dari berbagai pertimbangan, Kiai Hasyim akhirnya menyetujui langkah Jepang tersebut dengan memberi syarat agar para pemuda yang dilatih militer itu berdiri sendiri tidak masuk dalam barisan Jepang. Itulah awal terbentuknya laskar yang diberi nama oleh Kiai Hasyim sebagai Laskar Hizbullah.
Kapten Yanagama, seorang perwira intelijen Nippon selama dua bulan melatih 50.000 Kaikyo Seinen Teisintai atau Hizbullah sebagai pembantu Tentara Pembela Tanah Air (PETA).
Sebagai seorang kiai, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari cukup mumpuni dalam strategi perang. Beliau memandang kedepan untuk mempersiapkan para pemuda secara militer melawan agresi penjajah, meskipun sejumlah orang melihat bahwa keputusan Kiai Hasyim merupakan simbol ketundukan kepada Jepang karena menyetujui para santri dilatih militer oleh Jepang.
Namun, apa yang telah ada di dalam pikiran Kiai Hasyim benar adanya, Jepang menyerah kepada sekutu dan Indonesia menghadapi agresi Belanda II. Di saat itulah para pemuda Indonesia melalui Laskar Hizbullah, dan lain-lain sudah siap menghadapi perang dengan tentara sekutu dengan bekal gemblengan ‘gratis’ oleh tentara Jepang.
Pada tanggal 21-22 Oktober 1945 digelar Rapat Besar Wakil-wakil Daerah (Konsul 2) Perhimpunan Nahdatul Ulama seluruh Jawa dan Madura di Surabaya dan menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci). Dalam pertemuan itu lahirlah Resolusi Jihad NU 22 Oktober yang menjadi dasar penetapan Hari Santri.
Pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 bertujuan untuk menggerakkan seluruh elemen bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua yang membonceng Sekutu.
Memohon dengan sangat kepada Pemerintah Repoeblik Indonesia, soepaja menentoekan soeatoe sikap dan tindakan jang njata serta sepadan terhadap tiap2 oesaha jang akan membahajakan kemerdekaan Agama dan negara Indonesia, teroetama terhadap fihak Belanda dan kaki-tangannja.
Soepaja memerintahkan melandjoetkan perdjoeangan bersifat “sabiloellah” oentoek tegaknja Negara Repoeblik Indonesia Merdeka dan Agama Islam.
Resolusi Jihad di atas, pada saat terbentuknya Partai Islam Indonesia Masjoemi di Yogyakarta 7 November 1945 menjadi Resolusi Jihad dari Mu’tamar Umat Islam Indonesia, antara lain:
Bahwa tiap2 bentoek pendjajahan adalah soeatoe kezaliman jang melanggar perikemanoesiaan dan njata2 diharamkan oleh Agama Islam, maka 60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berdjihad Fi Sabilillah. Perang di djalan Allah Oentoek Menentang Tiap-tiap Pendjajahan.
Memperkoeat pertahanan Negara Indonesia dengan berbagai oesaha, maka disoesoenlah soeatoe barisan jang diberi nama: Barisan Sabillah, dibawah pengawasan Masjoemi.
Barisan ini adalah menjadi Barisan Istimewa dari Tentara Keamanan Rakjat-T.K.R.
Keputusan Moe’tamar Oemat Islam Indonesia di bidang organisasi kesenjataan di kalangan Ulama dengan nama Barisan Sabillah di atas, 7 November 1945, Rabu Pon, 1 Dzulhijjah 1364 sebagai kelanjutan dari telah terbentuknya 68 Batalyon Tentara Pembela Tanah Air-Peta, 3 Oktober 1943, dan 400.000 Barisan Hizboellah – Tentara Allah, September 1943, pada masa Pendudukan Balatentara Djepang 1942-1945 M.
Bangsa Indonesia punya satu keyakinan: Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Oleh karena itu, penjajahan harus dihapuskan di atas dunia karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Keyakinan ini melahirkan tekad: Sekali Merdeka Tetap Merdeka, Lebih Baik Mati Berkalang Tanah dari pada Hidup Dijajah.
Tekad yang meluap semakin bangkit dan berubah menjadi kekuatan yang tak kenal rasa takut, setelah para Ulama membangun Laskar Sabilillah, mendampingi Laskar Hizbullah – Tentara Allah, ikut serta terjun memimpin pertempuran dalam Perang Kemerdekaan. Gugur dalam pertempuran melawan imperialis diyakini sebagai mati syahid. Kematian yang indah menuju Firdaus dan memperoleh ampunan Allah Swt.
Bung Tomo dalam membangkitkan semangat juang bangsa Indonesia dalam menghadapi pendaratan Tentara Sekutu Inggris dan NICA yang akan menegakkan kembali penjajahan, melalui Radio Pemberontakan di Surabaya, dibangkitkan dengan Takbir Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, dalam penutup pidato radionya.
Mohammad Natsir menjelaskan mengapa Bung Tomo harus meneriakkan Takbir Allahu Akbar dalam menutup pidato Radio Pemberontakan. Jawabnya karena Bung Tomo memahami siapa yang tepat menjadi teman dalam membela tanah air dan bangsa serta agama dari ancaman Tentara Sekutu dan Nica, yaitu Ulama dan umat Islam.
Apalagi setelah Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama, 22 Oktober 1945, Senin Pahing, 15 Dzulqaidah 1364, di Surabaya, berkembang menjadi Resolusi Jihad Partai Politik Islam Indonesia Masjoemi, 7 November 1945, Rabu Pon, 1 Dzulhijjah 1364, pengaruhnya membangkitkan semangat Kaum Muslimin Indonesia Siap Berjihad Fi Sabilillah.
Perlawanan Ulama dan Santri ini, yang dibakar semangat jihadnya, sembilan hari kemudian menjadikan terbunuhnya Brigadir Jendral Mallaby pada 31 Oktober 1945.
Suatu prestasi Perang Kemerdekaan yang luar biasa. Pengaruh Resolusi Jihad Nahdatul Ulama 22 Oktober 1945/15 Dzulqaidah 1364 dan pidato radio Bung Tomo dari Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, behasil memobilisasikan potensi Ulama dari Barisan Sabilillah, bekerja sama dengan Tentara Keamanan Rakyat -TKR yang baru dibentuk 5 Oktober 1945/29 Syawwal 1364 dan didukung oleh Laskar Hizbullah serta para Santri, berhasil mematahkan Perwira Tinggi Tentara Sekutu dan NICA yang berpengalaman memenangkan Perang Dunia II.
Itulah mengapa Hari Santri jatuh pada tanggal 22 Oktober, karena memiliki makna sejarah penting, yakni bukti perjuangan Ulama dan Santri untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.
Link Twibbon Hari Santri Nasional 2023 PPM Al Falah
Salah satu cara untuk berpartisipasi dalam Hari Santri Nasional adalah menghiasi media sosial dengan postingan Twibbon Hari Santri Nasional. Twibbon ini tidak hanya menjadi simbol kebanggaan, tetapi juga wujud dukungan terhadap peran santri dalam sejarah perjuangan bangsa.
Mari bersama-sama meriahkan Hari Santri Nasional 2023 dengan pasang foto terbaik menggunakan Twibbon berikut.
https://twb.nz/hsn2023alfalahm
Share it to your groups and friends.
Thank you.