Folktale is a story originating in popular culture, typically passed on by word of mouth.
Indonesia has many folktales and they come from varous regions.
Here are some examples of folktales in Indonesia.
1. Sangkuriang and Tangkuban Perahu Mountain
One day, Dayang Sumbi asked her son to go hunting with his lovely dog, Tumang. After hunting all day, Sangkuriang became desperate and worried because he hunted no deer. Then he thought of shooting his own dog. Then he took the dog’s liver and carried it home.
Soon Dayang Sumbi found out that it was not deer lever but Tumang’s, his own dog. So, She was very angry and hit Sangkuriang’s head. In that incident, Sangkuriang got wounded and scarred and then cast away from their home.
Years go by, Sangkuriang had traveled to many places and finally arrived at a village. He met a beautiful woman and fell in love with her. When they were discussing their wedding plans, The woman looked at the wound in Sangkuriang’s head. It matched her son’s wound who had left several years earlier. Soon she realized that she fell in love with her own son.
She couldn’t marry him but how to say it. Then, she found the way. She needed a lake and a boat for celebrating their wedding day. Sangkuriang had to make them in one night. He built a lake. With dawn just a moment away and the boat was almost complete. Dayang Sumbi had to stop it. Then, she lit up the eastern horizon with flashes of light. It made the cock crowed for a new day.
Sangkuriang failed to marry her. She was very angry and kicked the boat. It flipped over and became the mountain of Tangkuban Perahu Bandung.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Sangkuriang dan Gunung Tangkuban Perahu
Suatu hari, Dayang Sumbi mengajak putranya pergi berburu bersama anjing kesayangannya, Tumang. Setelah berburu seharian, Sangkuriang menjadi putus asa dan khawatir karena tidak berburu rusa. Kemudian dia berpikir untuk menembak anjingnya sendiri. Kemudian dia mengambil hati anjing itu dan membawanya pulang.
Tak lama kemudian Dayang Sumbi mengetahui bahwa itu bukan kijang melainkan milik Tumang, anjingnya sendiri. Jadi, Dia sangat marah dan memukul kepala Sangkuriang. Dalam kejadian itu, Sangkuriang terluka dan kemudian diusir dari rumah mereka.
Bertahun-tahun berlalu, Sangkuriang telah melakukan perjalanan ke banyak tempat dan akhirnya tiba di sebuah desa. Dia bertemu dengan seorang wanita cantik dan jatuh cinta padanya. Saat mereka sedang mendiskusikan rencana pernikahan mereka, Wanita itu melihat luka di kepala Sangkuriang. Luka itu sama dengan luka putranya yang telah pergi beberapa tahun sebelumnya. Segera dia menyadari bahwa dia jatuh cinta dengan putranya sendiri.
Dia tidak bisa menikah dengan Sangkuriang tetapi bagaimana mengatakannya. Kemudian, dia menemukan jalannya. Dia membutuhkan sebuah danau dan perahu untuk merayakan hari pernikahan mereka. Sangkuriang harus membuatnya dalam satu malam. Dia membangun sebuah danau. Dengan fajar hanya beberapa saat lagi dan perahu hampir selesai. Dayang Sumbi harus menghentikannya. Kemudian, dia menerangi ufuk timur dengan kilatan cahaya. Itu membuat ayam berkokok untuk hari yang baru.
Sangkuriang gagal menikahinya. Dia sangat marah dan menendang perahu. Perahu tersebut terbalik dan menjadi gunung Tangkuban Perahu Bandung
2. Malin Kundang
A long time ago, in a small village near the beach in West Sumatra, a woman and her son lived. They were Malin Kundang and her mother. Her mother was a single parent because Malin Kundang’s father had passed away when he was a baby. Malin Kundang had to live hard with his mother.
Malin Kundang was a healthy, dilligent, and strong boy. He usually went to the sea to catch fish. After getting fish he would bring it to his mother, or sell the caught fish in the town.
One day, when Malin Kundang was sailing, he saw a merchant’s ship which was being raided by a small band of pirates. He helped the merchant. With his bravery and power, Malin Kundang defeated the pirates. The merchant was so happy and thanked him. In return, the merchant asked Malin Kundang to sail with him. To get a better life, Malin Kundang agreed. He left his mother alone.
Many years later, Malin Kundang became wealthy. He had a huge ship and was helped by many ship crews loading trading goods. Perfectly he had a beautiful wife too. When he was sailing his trading journey, his ship landed on a beach near a small village. The villagers recognized him. The news ran fast in the town; “Malin Kundang has become rich and now he is here”.
An old woman ran to the beach to meet the new rich merchant. She was Malin Kundang’s mother. She wanted to hug him, releasing her sadness of being lonely after so long a time. Unfortunately, when the mother came, Malin Kundang who was in front of his well dressed wife and his ship crews denied meeting that old lonely woman. For three times her mother begged Malin Kundang and for three times he yelled at her. At last Malin Kundang said to her “Enough, old woman! I have never had a mother like you, a dirty and ugly woman!” After that he ordered his crews to set sail. He would leave the old mother again but in that time she was full of both sadness and anger.
Finally, enraged, she cursed Malin Kundang that he would turn into a stone if he didn’t apologize. Malin Kundang just laughed and really set sail. In the quiet sea, suddenly a thunderstorm came. His huge ship was wrecked and it was too late for Malin Kundang to apologize. He was thrown by the wave out of his ship. He fell on a small island. It was really too late for him to avoid his curse. Suddenly, he turned into a stone.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Dahulu kala, di sebuah desa kecil dekat pantai di Sumatera Barat, seorang wanita dan putranya tinggal. Mereka adalah Malin Kundang dan ibunya. Ibunya adalah orang tua tunggal karena ayah Malin Kundang telah meninggal ketika dia masih bayi. Malin Kundang harus hidup susah bersama ibunya.
Malin Kundang adalah anak yang sehat, rajin, dan kuat. Dia biasanya pergi ke laut untuk menangkap ikan. Setelah mendapatkan ikan, dia akan membawa ke ibunya, atau menjual ikan yang ditangkap di kota.
Suatu hari, ketika Malin Kundang sedang berlayar, dia melihat kapal saudagar yang sedang didatangi oleh sekelompok kecil bajak laut. Dia membantu pedagang itu. Dengan keberanian dan kekuatannya, Malin Kundang berhasil mengalahkan para bajak laut. Pedagang itu sangat senang dan berterima kasih padanya. Sebagai imbalannya saudagar itu meminta Malin Kundang untuk berlayar bersamanya. Untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, Malin Kundang setuju. Dia meninggalkan ibunya sendirian.
Bertahun-tahun kemudian, Malin Kundang menjadi kaya raya. Dia memiliki kapal yang besar dan dibantu oleh banyak awak kapal yang memuat barang dagangan. Kehidupannya sempurna, dia punya istri yang cantik juga. Ketika ia sedang berlayar dalam perjalanan dagangnya, kapalnya mendarat di sebuah pantai dekat sebuah desa kecil. Penduduk desa mengenalinya. Berita itu tersebar cepat di desa; “Malin Kundang telah menjadi kaya dan sekarang dia ada di sini”.
Seorang wanita tua berlari ke pantai untuk menemui saudagar kaya yang baru datang. Dia adalah ibu Malin Kundang. Dia ingin memeluknya, melepaskan kesedihannya karena kesepian setelah sekian lama tak bertemu. Sayangnya, ketika sang ibu datang, Malin Kundang yang berada di depan istrinya yang berpakaian rapi dan awak kapalnya malah membantah bertemu dengan wanita tua yang kesepian itu. Tiga kali ibunya memohon kepada Malin Kundang dan tiga kali dia berteriak padanya.
Akhirnya Malin Kundang berkata kepadanya, “Cukup, wanita tua! Aku tidak pernah memiliki ibu sepertimu, wanita kotor dan jelek!” Setelah itu ia memerintahkan anak buahnya untuk berlayar. Dia akan meninggalkan ibu tua itu lagi tetapi pada saat itu dia penuh dengan kesedihan dan kemarahan.
Akhirnya, dia mengutuk Malin Kundang menjadi batu jika dia tidak meminta maaf. Malin Kundang hanya tertawa dan benar-benar berlayar. Di laut yang tenang, tiba-tiba badai datang. Kapal besarnya hancur dan sudah terlambat bagi Malin Kundang untuk meminta maaf. Dia terlempar oleh gelombang keluar dari kapalnya. Dia jatuh di sebuah pulau kecil. Sudah terlambat baginya untuk menghindari kutukan itu. Tiba-tiba, dia berubah menjadi batu.
3. Roro Jonggrang
The story of Roro Jonggrang begins with the story of a great kingdom, the kingdom of Prambanan. King Prambanan has a daughter, famous for her beauty, named Roro Jonggrang.
At one time, the kingdom of Prambanan was attacked by Bandung Bondowoso, the leader of the Pengging state. Bandung Bondowoso was fascinated by the beauty of Roro Jonggrang and wanted to marry her. If she refused, he threatened to kill the family and people of Prambanan.
Roro Jonggrang gave him one condition before marrying her. She asked Bandung Bondowoso to build 1000 temples in one night. Bandung Bondowoso agreed the condition.
With the help of spirits, Bandung Bondowoso quickly began building the temples. Roro Jonggrang panicked and asked the servants to burn the hay.
Spirits mistook the burning light of the hay for the light of dawn and immediately stopped temple construction. With only 999 temples successfully constructed, Bandung Bondowoso has been declared a failure.
Bandung Bondowoso, angry at his failure, condemned Roro Jonggrang to become a temple. In the end, there were a total of 1000 temples built.
These 1000 temples still exist today, namely the Prambanan Temple. Therefore, the Prambanan Temple is often referred to as the Roro Jonggrang Temple.
Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
Kisah Roro Jonggrang diawali dengan kisah sebuah kerajaan besar bernama Kerajaan Prambanan. Raja Prambanan mempunyai sebuah putri yang terkenal akan kecantikannya yang bernama Roro Jonggrang.
Pada suatu masa, Kerajaan Prambanan diserang oleh Bandung Bondowoso, pemimpin dari negara Pengging. Bandung Bondowoso terpesona oleh kecantikan Roro Jonggrang dan ingin menikahinya. Jika ditolak, ia mengancam akan menghabisi keluarga dan rakyat prambanan.
Roro Jonggrang terpaksa menyetujui pinangannya dengan sebuah syarat. Ia meminta Bandung Bondowoso untuk membangun 1000 candi dalam satu malam. Bandung Bondowoso pun menyetujui persyaratannya.
Dengan bantuan para jin, Bandung Bondowoso memulai pembangunan candi-candi dengan cepat. Melihat itu, Roro Jonggrang mulai panik dan meminta para pelayan untuk membakar jerami.
Melihat sinar dari bakaran jerami, para jin berpikir sinar bakaran tersebut ialah sinar fajar dan langsung menyudahi pembangunan candi. Candi yang berhasil dibangun hanya sejumlah 999 buah. Karena itu, Bandung Bondowoso dinyatakan gagal.
Bandung Bondowoso yang marah atas kegagalannya mengutuk Roro Jonggrang untuk menjadi sebuah candi. Hingga akhirnya, total keseluruhan candi yang dibangun menjadi 1000 candi.
1000 candi tersebut masih ada hingga saat ini, yaitu Candi Prambanan. Oleh karena itu, candi Prambanan juga banyak disebut sebagai candi Roro Jonggrang.