Politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti suatu kota yang memiliki status negara kota atau city state. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), politik adalah suatu pengetahuan tentang ketatanegaraan atau kenegaraan seperti sistem pemerintahan dan juga dasar pemerintahan.
Selain itu, politik juga dapat diartikan dengan segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Politik juga dapat diartikan sebagai cara seseorang bertindak sebagai kebijakan dalam menghadapi atau menangani suatu masalah.
Berdasarkan pengertian di atas, kita bisa menyadari bahwa kehidupan manusia tidak akan terlepas dari dunia politik, karena kebanyakan manusia tinggal di suatu negara yang memiliki pemimpin dan sistem pemerintahan.
Jauh sebelum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan pada 24 Oktober 1945 dan batas-batas negara dibagi menjadi negara tertentu, sistem politik sudah hadir berdasarkan wilayahnya masing-masing. Ada bentuk republik seperti San Marino yang mengumumkan kemerdekaannya pada 3 September 301 M, ada juga bentuk kerajaan seperti Denmark yang berdiri tahun 935, atau bentuk pemerintahan republik konstitusional federal seperti Amerika Serikat.
Di Indonesia sendiri menganut bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan sistem presidensial yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Dari perjalanan panjang berdirinya Negara Indonesia, banyak tokoh bangsa yang berperan dalam mewujudkan kemerdekaan termasuk para santri dan kiai. Seperti KH. Hasyim Asy’ari yang terkenal dengan resolusi jihadnya, KH. Wahid Hasyim yang ikut berperan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan masih banyak tokoh agama yang terjun di dunia politik. Hal ini menunjukan bahwa para santri dan kiai sudah terlibat dalam politik di Indonesia jauh sebelum dan sesudah Negara berdiri.
Maka sebagai santri, seyogyanya kita juga membuka mata dan melihat dengan jelas peran penting santri dan politik dalam membentuk kemerdekaan.
Gus Iqbal Tanjung menjelaskan peristiwa 10 November sebagai Hari Pahlawan yang telah melalui peristiwa 22 Oktober sebagai Hari Santri menunjukan santri harus melek politik karena sejak dahulu sampai tanggal 22 Oktober yang ditetapkan sebagai hari santri itu butuh berpuluh-puluh tahun perjuangan politik agar kita diakui dan dihargai sebagai santri juga pejuang kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Maka dari itu penting sekali bagi santri untuk melek politik karena hubungannya sangat luas bagi kemaslahatan masyarakat.
Selain peran dalam memerdekakan Negara Indonesia, di era sekarang santri bisa mengisi ceruk-ceruk kepemimpinan diseluruh plosok Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk mengambil peran dalam memperbaiki politik yang tidak baik dan cenderung kearah negatif karena pelaku dan pejabat politik yang melakukan korupsi, kolusi, atau nepotisme. Artinya penting bagi santri terjun dalam dunia politik agar politik tidak dikuasai oleh orang-orang jahat yang tidak tahu norma-norma dan nilai kebudayaan Indonesia dan hanya memanfaatkan politik sebagai kepentingan pribadi.
Mengutip dari apa yang pernah disampaikan Gusdur, Gus Iqbal menjelaskan bahwa pekerjaan yang paling mulia adalah politisi karena politisi yang benar-benar politisi adalah orang-orang yang memperjuangkan kebaikan untuk kemaslahatan umatnya, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongannya.
Maka dari itu, santri bisa melek politik, dimulai dari hal-hal kecil seperti demokrasi dalam pemilihan presiden santri. Ini merupakan jalan dan pembelajaran untuk kemudian hari mengambil peran menjadikan Indonesia yang damai, sejahtera, dan merdeka.