Seiring dengan kemajuan teknologi yang pesat, kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah menjadi sebuah realitas yang tak terhindarkan. Namun, bagi beberapa kalangan, termasuk tokoh intelektual dan spiritual seperti Gus Arman, dampak dari kehadiran AI ini bukanlah tanpa tantangan. Dalam pandangannya, mengerikannya AI bukanlah semata-mata dalam kecanggihan teknologi, tetapi lebih pada implikasi dan konsekuensi yang mungkin timbul.
Pada saat pembukaan Pengasuhan Pondok Pesantren Modern Al Falah, Gus Arman menyampaikan keprihatinannya terkait dengan kemampuan AI untuk mengambil keputusan dan berinteraksi dengan manusia. Ia mengungkapkan bahwa kekhawatiran terbesarnya bukan hanya terletak pada potensi kehilangan pekerjaan manusia akibat otomatisasi, tetapi lebih pada bagaimana kecerdasan buatan dapat mengambil alih aspek-aspek kehidupan yang pada dasarnya adalah hak prerogatif manusia.
Gus Arman menyoroti aspek etika dalam penggunaan AI, terutama dalam pengambilan keputusan kritis seperti di bidang kesehatan, hukum, dan keamanan. Ia menunjukkan betapa mengerikannya jika AI menjadi entitas yang mengendalikan aspek-aspek ini tanpa pertimbangan moral dan etika yang cukup. Dalam pandangan beliau, pengembangan AI harus selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan etika yang mengakui keunikan dan martabat setiap individu.
Selain itu, Gus Arman juga menyoroti potensi penyalahgunaan kecerdasan buatan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Ia menekankan perlunya regulasi dan kontrol yang ketat dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI untuk mencegah risiko-risiko yang dapat merugikan masyarakat.
Namun, di tengah keprihatinan tersebut, Gus Arman juga membuka wawasan para santri terkait dengan tanggung jawab manusia dalam mengembangkan dan menggunakan kecerdasan buatan. Ia berpendapat bahwa manusia memiliki peran sentral dalam mengarahkan perkembangan teknologi untuk kepentingan bersama, dengan memastikan bahwa nilai-nilai moral dan keadilan tetap menjadi pijakan utama.
Sebagai penutup, Gus Arman mengajak untuk memahami dan mempersiapkan diri menghadapi dampak dari kecerdasan buatan. Ia mendorong agar masyarakat lebih proaktif dalam mendiskusikan dan merumuskan panduan etika serta regulasi yang dapat mengarahkan perkembangan AI menuju kebaikan dan keadilan. Sebab, mengerikannya AI bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan panggilan untuk bersama-sama menciptakan masa depan teknologi yang lebih manusiawi.